Ilustrasi. (Foto: mudabicara.com)
JAKARTA, medinavoyage.id – Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Miftahul Huda, Lc MA menjelaskan kepemimpinan dalam Islam itu pada dasarnya bertujuan untuk dua hal.
Pertama, menjaga agama agar tetap eksis di dunia ini dan kedua, mengatur dunia agar makmur demi kesejahteraan rakyat yang dipimpin.
Kiai Miftah, begitu akrab disapa, menjelaskan bahwa menjaga agama mencakup pengaturan pengabdian kepada Allah SWT serta memberi kebebasan kepada seluruh rakyat untuk meyakini dan menjalankan agamanya masing-masing sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
“Selain menjaga agama, kepemimpinan juga mencakup tanggung jawab dalam mengatur dunia ini agar tercipta kemakmuran bagi semua pihak,” kata dia kepada MUIDigital, di Jakarta, Kamis (4/12/2024).
Kiai Miftah menekankan bahwa Islam mengajarkan bahwa setiap individu adalah pemimpin. Dia mengutip salah satu hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَللَّمَ قال ألَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَاللْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَههِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian bertanggung jawab atas yang dipimpin.”
Menurutnya, pemimpin akan diminta pertanggungjawaban apakah kepemimpinannya dijalankan dengan amanah atau tidak.
Lebih jauh lagi, dia menegaskan bahwa kepemimpinan dalam Islam bukanlah sesuatu yang mutlak atau baku. Kepemimpinan dalam Islam bukan ‘minal umur al-qath’iyyah’, bukan perkara yang bersifat qath’i (mutlak), tetapi dia adalah ‘minal umur al-ijtihadiyah’, artinya bersifat ijtihadi, yang dapat ditafsirkan sesuai dengan kondisi.
Dalam konteks ini, Kiai Miftahul Huda juga menekankan bahwa inti dari kepemimpinan publik dalam Islam adalah mencapai dua tujuan besar, yaitu menjaga agama dan memakmurkan dunia tersebut.
“Prinsip utama dari kepemimpinan dalam Islam adalah ‘li hirasatuddin wa siasatuddunya’. Pemimpin harus memastikan bahwa rakyatnya dapat menjalankan agama mereka dengan bebas dan memakmurkan dunia demi kesejahteraan bersama,” ujar dia.