Hajar Aswad. (Foto: dailysia.com)
JAKARTA, medinavoyage.id – Mencium Hajar Aswad hukumnya sunnah bagi laki-laki dan mubah bagi perempuan. Karenanya perempuan tidak dianjurkan mencium Hajar Aswad kecuali dalam keadaan sepi.
Mencium Hajar Aswad adalah amaliah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as dan juga dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Nilai yang menonjol dalam mencium Hajar Aswad adalah kepatuhan mengikuti sunnah Rasulullah saw. Sayyidina Umar bin Khattab ketika mencium Hajar Aswad mengatakan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَكَّبَ عَلَى الرُّكْنِ وَقَالَ: إِنِّيْ لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، وَلَوْ لَمْ أَرَ حَبِيْبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبَّلَكَ أَوِاسْتَلَمَكَ، مَا اسْتَلَمْتُكَ وَلَا قَبَّلْتُكَ ﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ﴾ (رواه أحمد)
Ibnu ‘Abbas ra bercerita bahwa Umar ra bersandar di rukun Hajar Aswad lalu berkata: “Sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu. Sekiranya aku tidak melihat kekasihku Rasulullah saw telah menciummu dan mengusapmu, niscaya aku tidak akan mengusapmu dan menciummu. Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan” (HR Ahmad: 131 dalam al-Musnad).
Dalam riwayat lain, Umar menghampiri Hajar Aswad kemudian menciumnya seraya mengatakan:
عَنْ عَابِسَ بْنِ رَبِيْعَةَ عَن عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ جَاءَ إلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ فَقَبَّلَهُ فَقَالَ: إِنِّي لَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ، وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ، مَا قَبَّلْتُكَ (رواه البخاري ومسلم)
Dari ‘Abis bin Rabi’ah dari Umar ra: bahwasanya Umar ra datang mendekati Hajar Aswad lalu berkata: “Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu, kamu tidak memberi mudarat maupun manfaat, sekiranya aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu niscaya aku tidak akan menciummu.” (HR al-Bukhari: 1597; Muslim: 1270, dari ‘Umar ra).
Rasulullah saw telah memberikan tuntunan dalam bersikap terhadap Hajar Aswad dengan sangat bijaksana. Jika memungkinkan, orang yang melakukan tawaf dianjurkan mencium Hajar Aswad. Jika tidak mungkin, dia cukup menyentuhnya dengan tangan, kemudian mencium tangannya yang telah menyentuh Hajar Aswad itu.
Jika tidak mungkin juga, dia cukup berisyarat dari jauh, dengan tangan atau tongkat yang dibawanya, kemudian menciumnya. Dengan demikian, mencium Hajar Aswad mencerminkan sikap kepatuhan seorang Muslim mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.
Saat mencium Hajar Aswad, manusia diharapkan mengingat kembali janji yang pernah ia ikrarkan di hadapan Allah SWT, ikrar tentang status kahambaan manusia di hadapan Tuhannya, ikrar yang menegaskan bahwa Allahlah satu-satunya Dzat yang patut disembah dan ditaati (lihat QS al-A’raf: 172).
Mencium Hajar Aswad juga memberikan pelajaran tentang sikap tawadhu’ atau ketundukan menjalankan perintah Tuhan. Manusia adalah makhluk mulia dan dimuliakan oleh Allah, sementara batu adalah makhluk mati yang tak berakal. Kemuliaan yang diberikan kepada manusia kerap membuatnya lalai dan lupa akan hakikat statusnya sebagai hamba. Untuk mengingatkannya, manusia diperintahkan mencium makhluk dengan derajat yang lebih rendah dibanding dirinya, agar ia tak sombong dan jumawa di depan makhluk-makhluk-Nya, apalagi di hadapan Sang Pencipta.
Abdullah bin Abbas pernah berkata bahwa Hajar Aswad adalah yaminullah fil-ardh (“tangan kanan” Allah di muka bumi).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: الْحَجَرُ الْأَسْوَدُ يَمِيْنُ اللهِ فِي الْأَرْضِ، فَمَنْ صَافَحَهُ وَقَبَّلَهُ فَكَأَنَّمَا صَافَحَ اللهُ َوَقَبل يمينه
.“Hajar Aswad adalah tangan kanan Allah di muka bumi, barangsiapa menyalami dan menciumnya, seakan-akan ia menyalami dan mencium ‘tangan kanan’ Allah” (HR Al-Azraqi: 420, Abdurrazzaq dan Ibn Asakir, dari Ibnu ‘Abbas ra dalam Akhbâr Makkah).
Karena itu, saat mencium Hajar Aswad, manusia diminta untuk betul-betul berserah diri dan tunduk kepada Allah swt karena hakikatnya ia sedang berhadapan dengan Tuhan penguasa semesta alam. Tunduknya hati dan pikiran akan mengantarkan seseorang mendapatkan siraman rahmat dan pencerahan dari-Nya.Dalam riwayat lain, dari Ibnu Abbas, diceritakan bahwa Hajar Aswad dulu berwarna putih, tapi karena sering dijamah tangan manusia yang penuh dosa, ia berubah menjadi hitam.
Karena berubah menjadi hitam, disebutlah makhluk itu sebagai Hajar Aswad.
عَنِ ابْنِ عَبّاسٍ أَنّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: نَزَلَ الْحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وََهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنْ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِيْ اٰدَمَ (رواه الترميذي)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Rasul saw bersabda: “Hajar Aswad adalah batu dari surga dan awalnya lebih putih dari salju. Dosa manusialah yang membuatnya menjadi hitam” (HR At-Tirmidzi: 877, dari Ibnu ‘Abbas RA).Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan, warna hitam Hajar Aswad memberikan petunjuk bahwa jika warna batu saja dapat berubah menjadi hitam legam karena disentuh manusia yang kerap berbuat salah dan dosa, bagaimana dengan hati manusia?
Tentu hati akan lebih mudah berubah menjadi hitam jika pemiliknya sering berbuat dosa dan kesalahan. Mencium Hajar Aswad mengajarkan manusia agar senantiasa mengingat bahwa daya rusak dosa dan maksiat sangatlah besar.
Sumber: Tuntunan Manasik Haji dan Umrah, Ditjen PHU Kemenag RI: 2020