KH. Ahmad Rifa’i. (Foto: NUOnline)
JAKARTA, medinavoyage.id — KH Ahmad Rifa’i lahir pada tahun 1786 di Desa Tempuran, Kendal, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu agama. Setelah kedua orang tuanya meninggal, ia diasuh oleh kakaknya yang menikah dengan seorang ulama terkenal, Kiai Asy’ari. Di bawah bimbingan Kiai Asy’ari, Ahmad Rifa’i belajar berbagai ilmu Islam seperti tafsir Al-Qur’an, hadits, nahwu, sharaf, manthiq, dan fikih.
Dalam Wikipedia dijelaskan, pada usia 30 tahun, Ahmad Rifa’i menunaikan ibadah haji dan tinggal beberapa tahun di Mekkah untuk menuntut ilmu. Sepulangnya ke Indonesia, ia aktif berdakwah di wilayah Kendal dan sekitarnya, menggunakan syair untuk menyampaikan pesan-pesan agama dan semangat perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Ahmad Rifa’i dikenal sebagai ulama yang tegas menentang pemerintah kolonial Belanda, yang ia anggap sebagai penguasa kafir dan sumber kerusakan masyarakat Jawa saat itu. Ia mengobarkan semangat jihad fisabilillah, mendorong masyarakat untuk melawan penjajah dengan keyakinan bahwa mereka yang gugur akan mati syahid.
Selain berdakwah, Ahmad Rifa’i juga menulis banyak karya yang menggabungkan ajaran agama dengan semangat perjuangan kemerdekaan. Karya-karyanya ini berperan penting dalam menyebarkan pengetahuan Islam dan semangat nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia.
Sejarah KH Ahmad Rifa’i menarik untuk dijadikan pelajaran. Dalam NUOnline dijelaskan, kendati ulama kelahiran Desa Tempuran, Kendal, Jawa Tengah ini hidup pada abad 18 M (lahir: 1786 dalam versi lain 1785), namum nama dan ketokohan KH Ahmad Rifa’i belum begitu masyhur di kalangan umat Islam Nusantara.
Tapi sejak Presiden Susilo Bambang Yudoyono memberikan gelar kehormatan kepadanya sebagai Pahlawan Nasional, melalui Kepres Nomor: 089/TK/2004, namanya kian dikenal luas. Sejak itu lebih banyak lagi sejarawan dan penulis yang berminat untuk menggali lebih lanjut tentang kiprah perjuangan dan dedikasi KH Ahmad Rifa’i untuk umat Islam dan Tanah Air.
Tiap-tiap ulama dan kiai meski memiliki tujuan dan misi yang sama dalam memperjuangkan ajaran agama Islam, namun jalan atau pendekatan yang mereka tempuh berlainan satu sama lain, menyesuaikan dengan konteks demografi umatnya. KH A Rifa’i Kalisalak juga mempunyai strategi dakwah dan pendekatan perjuangan yang khas.
Sejak remaja, jauh sebelum beliau berangkat haji dan sekaligus studi ke Makkah pada usia 30 tahun (tahun 1833 menurut salah satu versi), Ahmad Rifa’i telah giat melakukan dakwah keliling di wilayah Kendal dan sekitarnya. Dakwah dan pengajiannya cukup menarik dengan menggunakan syair ditambah dengan sikapnya yang antipemerintah kolonial.
Sebelum pengajiannya diketahui pemerintah kolonial, ia telah berhasil menggalang kekuatan dari santri serta simpatisannya sehingga ketika kemudian pindah ke Kalisalak (pedalaman Batang, Jawa Tengah) ia sudah mempunyai jaringan pengikut yang tersebar di daerah Kendal dan sekitarnya seperti Wonosobo, Pemalang, Pekalongan, dan Batang.