Jemaah haji saat ziarah. (Foto: startfmmadina.com)
JAKARTA, medinavoyage.id — Haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan hukumnya adalah fardhu ‘ain, yang berarti wajib bagi setiap Muslim yang mampu melaksanakannya sekali seumur hidup.
Mengutip Muslim.or.id, ulama sepakat bahwa ibadah haji hukumnya wajib ‘ain bagi yang mampu. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (QS. Ali Imran: 97).
Selain itu, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Haji tidak hanya merupakan kewajiban, tetapi juga memiliki banyak keutamaan dan manfaat spiritual bagi yang melaksanakannya dengan ikhlas dan penuh ketakwaan.
Bahkan, ibadah haji adalah salah satu rukun Islam. Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
Sampai sebagian ulama, seperti Al Hasan Al Bashri, Nafi’, Ibnu Habib Al Maliki, menganggap kafirnya orang yang tidak berhaji padahal mampu. Salah satu dalil mereka adalah riwayat dari Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا
“Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja apakah ia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nashrani” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 1: 387, dishahihkan Hafizh Al Hakami dalam Ma’arijul Qabul, 2: 639).
Perkataan semisal ini juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma. Namun, riwayat ini tidak secara tegas menunjukkan kafirnya orang yang tidak menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, jumhur ulama tidak menganggap kafir orang yang tidak berhaji padahal mampu. Dan ini adalah kesepakatan para sahabat Nabi. Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili rahimahullah mengatakan,
لم يكن أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة
“Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam tidak memandang ada amalan yang bisa menyebabkan kekufuran jika meninggalkannya, kecuali shalat” (HR. At Tirmidzi no. 2622, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).