Welcome to almahyra

Best Hajj and Umrah Travel Agency

Dictumst integer pellentesque malesuada nibh senectus pede. Letius habitasse sapien cursus purus at si. At elementum dapibus pretium hac pede potenti.

Happy Traveler
0 K+
Success traveler
0 %
Rating Clients
0
Years of Experience
0 +
20 +

Years of Experience

who we are

Journey of Reverence: Almahyra's Expertise Unleashed

Netus rutrum praesent tortor laoreet porttitor dictumst vitae risus. Primis vel laoreet dignissim sem venenatis convallis tristique ipsum. Parturient quis mi nascetur habitasse pharetra.
OUR AFFILIATIONS

Trusted world - class brands and organizations of all sizes

Discover More

Journey with Purpose: Almahyra's Hajj and Umrah Excellence

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Our Special Hajj & Umrah Packages

Executive Umrah Package for 14 Nights
Executive Umrah Package for 12 Nights
Executive Umrah Package for 07 Nights
Premium Umrah Package for 14 Nights
Premium Umrah Package for 12 Nights
Premium Umrah Package for 07 Nights
why choose us

Almahyra's Artistry in Every Detail

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Enhancing the Experience

Dolor consectetur conubia nulla mus pede proin non elit ac

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Unparalleled Local Expertise

Dolor consectetur conubia nulla mus pede proin non elit ac

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

A One-Stop Shop

Dolor consectetur conubia nulla mus pede proin non elit ac

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Tailor Made Journeys

Dolor consectetur conubia nulla mus pede proin non elit ac

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Discover More

Journey with Purpose: Almahyra's Hajj and Umrah Excellence

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.
choose package

Charting Holiness: Almahyra's Pilgrimage Prowess

Economy package

Nibh leo per nunc nullam natoque pharetra velit pulvinar pretiumo.

$

2,000

package
Benefits
*Nisi suspendisse nunc inceptos habitasse justo tristique natoque amet lacinia phasellus et
Premium package

Nibh leo per nunc nullam natoque pharetra velit pulvinar pretiumo.

$

4,000

package
Benefits
*Nisi suspendisse nunc inceptos habitasse justo tristique natoque amet lacinia phasellus et
Executive package

Nibh leo per nunc nullam natoque pharetra velit pulvinar pretiumo.

$

6,000

package
Benefits
*Nisi suspendisse nunc inceptos habitasse justo tristique natoque amet lacinia phasellus et
testimonial

Client Review & Feedback

Nulla hendrerit et suscipit platea orci dolor augue nisl amet nam maximus
Create Divine Moments In Hajj and Umrah
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Haji Agus Salim dan Kementerian Agama

M. Fuad Nasar. (Foto: istimewa)

Undangan dari Agustanzil Sjahroezah, cucu pahlawan nasional Haji Agus Salim, sebagai penyelenggara Peringatan 70 Tahun Wafatnya Hadji Agus Salim dan Peluncuran Buku Hadji Agus Salim, The Grand Old Man, Jurnalis, Ulama, Diplomat tanggal 30 November 2024 di Auditorium Ar-Rahim Universitas YARSI, Jakarta, saya prioritaskan untuk hadir.

Sebuah kesempatan tak ternilai dapat mendengarkan petuah cendekiawan Prof. Dr. Emil Salim yang sudah berusia 94 tahun. Juga hadir Prof. Dr. Meutia Hatta, Prof. Dr. Fasli Djalal, dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat sebagai pembicara. Keteladanan Haji Agus Salim seperti dituturkan oleh Emil Salim, beliau berjuang, berpikir dan berkata dengan ketulusan, kejujuran dan keikhlasan, dimana hati, kata dan jiwanya menjadi satu. Ia berjuang bukan untuk kepentingan diri, bukan untuk kekayaan diri.

Haji Agus Salim adalah tokoh nasional, pemimpin pejuang dan Bapak Kaum Intelektual Muslim Indonesia yang dihormati di tanah air dan di luar negeri. Presiden Soekarno memanggilnya The Grand Old Man (sesepuh agung).

Peluncuran buku The Grand Old Man (Penerbit Yayasan Hadji Agus Salim, 2024) merupakan acara puncak dari rangkaian kegiatan Festival Hadji Agus Salim yang diselenggarakan oleh Yayasan Hadji Agus Salim di Jakarta berkolaborasi dengan komunitas anak muda penggiat wisata Koto Gadang Sumatera Barat (Kage Sumbar). Buku dengan editor Agustanzil Sjahroezah diterbitkan dalam rangka memperingati 140 tahun lahir dan 70 tahun wafatnya Haji Agus Salim.

Tokoh besar Indonesia kelahiran Koto Gadang Sumatera Barat pada 8 Oktober 1884 itu tutup usia satu bulan setelah memperingati ulang tahun ke-70 dan meluncurkan buku Djedjak Langkah Hadji A. Salim yang memuat pilihan karangan, ucapan dan pendapat beliau (Penerbit Tintamas, Jakarta, 1954).

Haji Agus Salim wafat di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 4 November 1954. Ia merupakan pahlawan pertama yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata. Ibu Maryam, salah seorang cucu Haji Agus Salim, ketika diwawancarai Majalah Intisari No 137, Desember 1974, menuturkan, “Opa tidak meninggalkan warisan berupa harta. Namun beliau meninggalkan warisan yang lebih berharga, yaitu nama baiknya sebagai orang yang pandai dan jujur.

Amal bakti dan jasa Agus Salim untuk Republik Indonesia tak terhitung semenjak sebelum kemerdekaan dan sesudahnya. Karena itu tidak berlebihan, apabila sejarawan dan jurnalis Solichin Salam dalam buku Hadji Agus Salim: Pahlawan Nasional (1965) menyebut Agus Salim bukan hanya diplomat ulung, melainkan juga diplomat Indonesia yang pertama. Dia yang merintis jalan bagi Indonesia dalam hubungan maupun kegiatan-kegiatan dengan dunia internasional.

Mengurus Jemaah Haji Indonesia

Haji Agus Salim pernah bekerja di Jeddah Arab Saudi pada Konsulat Belanda selama hampir 5 tahun. Ia bertugas sebagai penterjemah bahasa yang sekaligus mengurus jemaah haji Hindia Belanda (Indonesia).

Petugas konsulat di Jeddah mulanya orang Belanda semua, namun karena bukan muslim, maka tidak bisa masuk ke tanah haram Makkah dan Madinah. Agus Salim ketika itu menjalankan peran bagai diplomat yang mewakili Konsulat menghadiri acara-acara resmi Kerajaan Arab Saudi terutama di Makkah dan Madinah. Agus Salim dapat berkhidmat kepada bangsanya khususnya jemaah haji Indonesia di tanah suci.

Kesempatan bekerja pada Konsulat Belanda dan tinggal di Arab Saudi adalah karena dorongan ibunya, meski mulanya Agus Salim tidak tertarik. Ia mengambil hikmahnya dengan meningkatkan kemampuan berbahasa Arab selama di sana dan memperdalam pengetahuan Islam kepada pamannya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang merupakan Imam Masjidil Haram dan ulama besar tempat belajar para pemuda Indonesia.

Tiga orang murid Syekh Ahmad Khatib di Makkah yaitu Kiai Haji Ahmad Dahlan (mendirikan Muhammadiyah), Kiai Haji Hasyim As’ari (mendirikan Nahdlatul Ulama) dan Haji Agus Salim (tokoh pergerakan Sarekat Islam, orang kedua setelah Haji Oemar Said Tjokroaminoto). Para ulama itu setelah pulang ke tanah air dari menuntut ilmu agama di Makkah menjadi tokoh pembuat sejarah di jalurnya masing-masing.

Tokoh Pendiri Bangsa

Haji Agus Salim diangkat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan salah satu Panitia 9 yang menandatangani Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 atau disebut oleh Prof. Mr. Muhammad Yamin sebagai “Piagam Jakarta” tanggal 22 Juni 1945. Konsensus lima prinsip dasar negara Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta setelah mengalami revisi ditetapkan pada 18 Agustus 1945.

Dalam sidang BPUPKI Haji Agus Salim tampil sebagai penengah perdebatan ideologis antara kelompok nasionalis islami dan nasionalis sekuler. Dalam tulisannya di majalah Hikmah edisi 21 Juni 1953, Agus Salim mengungkapkan kedudukan Pancasila sebagai lambang persatuan semua golongan yang ada di Indonesia.

Di masa revolusi kemerdekaan, Agus Salim, Sutan Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya memperjuangkan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia hingga ke sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada masa perang kemerdekaan dan Agresi Militer Belanda II tahun 1948, Agus Salim diasingkan oleh Pemerintah Belanda ke Brastagi, Sumatera Utara, dan dipindahkan ke Prapat. Agus Salim dan Soekarno kemudian diasingkan ke Pulau Bangka bersama Bung Hatta dan kawan-kawan.

Haji Agus Salim ikut mereorganisasi Masyumi, November 1945. Ia tidak sempat melihat Masyumi mengikuti Pemilihan Umum Pertama tahun 1955. Dalam tugas kenegaraan beliau diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (1945 1946), Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II (1946) dan Kabinet Sjahrir III (1947), Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin (1947), dan Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta (1948 1949). Setelah tahun 1949 sampai wafat Haji Agus Salim menjadi Penasihat Utama Kementerian Luar Negeri RI.

Haji Agus Salim ditunjuk menjadi anggota delegasi Indonesia ke Inter Asian Relations Conference di New Delhi, India. Pada 3 Juni 1953 mewakili Pemerintah RI bersama Sri Paku Alam VIII menghadiri Penobatan Ratu Elizabenth II di London, Inggris. Agus Salim dan Mohammad Hatta menghadiri Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Negeri Belanda pada 23 Agustus 1949, dimana salah satu hasil KMB pemerintah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia pada 30 Desember 1949.

Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Mesir merupakan pengakuan pertama atas kemerdekaan Indonesia. Delegasi Indonesia ke Mesir waktu itu dipimpin oleh Haji Agus Salim sebagai ketua, anggota delegasi Sutan Sjahrir, A.R. Baswedan, Nazir Sutan Pamuncak, H.M. Rasjidi, dan R.H. Abdul Kadir. Pengakuan Mesir telah menghancurkan harapan Belanda untuk dapat kembali menguasai Indonesia, tulis Prof. Dr. H.M. Rasjidi (Menteri Agama Pertama RI) dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim (1984).

Dalam serial buku Bapak Bangsa diterbitkan oleh Tempo, Agus Salim Diplomat Jenaka Penopang Republik (2013), perintis diplomasi Indonesia ini disebut sosok yang cerdas dan kritis sejak belia. Dia wartawan tanpa kompromi dari zaman kolonial. Diplomat yang cerdik dan pendebat ulung. Santri yang kritis dan ulama yang moderat.

Mulia Tugas Kementerian Agama

Sejauh ini jarang terungkap hubungan Haji Agus Salim dan Kementerian Agama.

Tulisan Hadji Agus Salim berjudul Kementerian Agama dalam Republik Indonesia di majalah Mimbar Agama No 2 Tahun Ke-1/1950 yang diterbitkan Kementerian Agama penting untuk dicermati. Saat itu eksistensi Kementerian Agama menjadi perdebatan di Parlemen bahkan ada usulan agar Kementerian Agama dibubarkan saja.

Hadji Agus Salim dalam tulisannya membandingkan Kantor Penasihat Urusan Islam dan Bangsa Arab di zaman Hindia Belanda. Tugasnya yang pertama ialah mematai-matai segala gerak-gerik mengenai agama dan politik dalam kalangan kaum Islam, baik tentang ajaran dan ibadatnya, maupun pergerakan politik yang didasarkan atas agama Islam,” ungkapnya.

Menurut Agus Salim, terhadap agama Islam politik pemerintah kita tidak menilik kepadanya dengan cemburu atau curiga seperti Belanda dulu. Politik agama dalam Republik kita berlainan dengan politik yang dulu-dulu. Pertama sekali ia tidak bertujuan menolong membesar-besarkan usaha pihak agama lain untuk memindahkan orang Islam dari agamanya yang asli. Tapi sebaliknya tidak pula ia mengadakan larangan, apalagi hukuman atas kepindahan agama. Pihak kekuasaan tetap menghormati kemerdekaan mutkak daripada tiap-tiap orang berkenaan dengan agamanya, baik Islam atau lain, baik dalam aqaid atau ibadat atau syariat, mengenai diri orang masing-masing atau perkumpulan-perkumpulan agama. Dan segala itu dengan mengingat syarat-syarat yang membatasi kemerdekaan mutlak itu. Agus Salim mengatakan, sungguh besar dan mulia jabatan dan tugas dalam lapangan Kementerian Urusan Agama.

Hadji Agus Salim memberikan pemahaman kepada publik tentang posisi Kementerian Agama yang masih disalah-pahami oleh sebagian kalangan. Dalam tulisannya yang padat dan bernas beliau menegaskan misi Kementerian Agama dalam membina dan memelihara persatuan bangsa. Beliau menggaris-bawahi fungsi agama sebagai elemen penting dalam menjaga persatuan Indonesia. Agus Salim mengatakan, kebijaksanaan dan kecakapan aparatur Kementerian Agama menentukan terpeliharanya kesatuan kebangsaan kita.

Setiap kali membaca tulisan Haji Agus Salim tentang Kementerian Agama dalam Republik Indonesia, kita seakan diajak untuk menemukan roh dan spirit kementerian yang dibentuk pada 3 Januari 1946 itu. Kementerian Agama bukan sekadar menjalankan tugas teknis-administratif. Kementerian ini membawa mission politik yang menyangkut kepentingan seluruh bangsa ialah mengatur kehidupan umat beragama agar tidak berbenturan satu sama lain.

Saya menemukan data bahwa ketika pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Yogyakarta yang diresmikan oleh Menteri Agama K.H.A. Wahid Hasjim pada 26 September 1951 dan Prof. K.H.R. Moh. Adnan diangkat menjadi Ketua PTAIN yang pertama, Haji Agus Salim diminta oleh pimpinan PTAIN untuk memberi kuliah tentang dakwah Islam. Ia menyambut baik undangan mengajar sebagai guru besar di PTAIN dan mengajukan permohonan berhenti sebagai Penasihat Utama Kementerian Luar Negeri supaya bisa lebih fokus mengajar. Akan tetapi Menteri Luar Negeri Prof. Mr. Soenarjo tidak mengizinkan Agus Salim berhenti dari jabatan Penasihat Kementerian Luar Negeri, meski beliau akan bertugas mengajar di PTAIN Yogyakarta. PTAIN kemudian bertransformasi menjadi IAIN Sunan Kalijaga (1960) dan terakhir menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).

Haji Agus Salim sering mengisi siaran radio, berkhutbah dan memberi ceramah tentang Islam, filsafat dan masalah kemasyarakatan. Pada 30 November 1952 beliau diundang oleh Menteri Agama untuk menyampaikan uraian hikmah Maulid Nabi Muhammad Saw dalam Peringatan Maulid Nabi tingkat kenegaraan di Istana Negara Jakarta, dihadiri para pejabat negara dan korps diplomatik dari negara-negara sahabat. Kembalilah mempelajari dan mengamalkan isi Al-Quran! pesan Haji Agus Salim waktu itu.

Salah satu pesan dan nasihat Agus Salim kepada keponakannya, Emil Salim, agar mendalami Islam tidak hanya dari sudut agama tetapi juga memahami peranan Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan, seperti aljabar, astronomi, kedokteran dan lain-lain. Pelajarilah agama Islam tidak hanya dalam hubungan manusia dengan Allah Swt, tetapi juga manusia antar sesama dalam kehidupan dunia.

Haji Agus Salim hidup sangat sederhana, namun senantiasa diliputi kegembiraan, rasa syukur dan qanaah (merasa cukup dengan nikmat yang ada). Perabot rumah Agus Salim selalu diubah-ubah letaknya untuk penyegaran suasana supaya tidak membosankan. Keluarga Agus Salim melahirkan anak-anak yang sehat jasmani dan mental-rohaninya. Anak-anak memanggil ayahnya Paatje dan ibunya Maatje.

Sebuah ungkapan bahasa Belanda yang populer di kalangan pemimpin kita di masa lalu ialah “leiden is lijden,” artinya memimpin bukan jalan yang mudah, memimpin adalah menderita. Dalam sebuah tulisannya di surat kabar Agus Salim menegaskan, “Dalam negeri kita janganlah kita yang menumpang.” Pernyataan ini, menurut Buya Hamka, adalah bekal yang menjadi pegangan seluruh insan Indonesia yang mesti tahu ke mana arah mereka akan bergerak.

Mengenai cinta tanah air, pandangan Haji Agus Salim bertolak dari niat lillahi taaala. Cinta bangsa dan tanah air berkembang karena lillahi taaala. Karena Allah inilah yang menjadi niat utama mencintai tanah air. Menurut Agus Salim, tidak ada keuntungan duniawi yang bisa diraih dalam perjuangan kemerdekaan. Dengan kata lain, cinta tanah air tidak hanya terbatas pada usaha membebaskan tanah air dari belenggu penjajah, tidak lagi terbatas pada kecintaan yang dikobarkan oleh nyiur hijau melambai atau kilauan emas dan padi menguning, tetapi beliau menarik ke tingkat lebih tinggi. Kita mencintai tanah air karena ini adalah anugerah Allah. Dalam rangka beribadah kepada-Nya.

Pemikir Besar

Haji Agus Salim adalah seorang jenius dan hal itu diungkapkan Bung Hata dalam wawancara dengan Solichin Salam sebagaimana dikutip dalam Seratus Tahun Haji Agus Salim (1984). Bung Hatta mengatakan bahwa dalam seratus tahun hanya lahir satu manusia semacam itu. Banyak ucapan Agus Salim mengandung kata-kata mutiara, sayang tidak ada sekretaris yang mencatatnya. Mengenai gambaran rasa setia kawan dan solidaritas yang besar pada diri Haji Agus Salim, Kalau dapat ia ingin menolong semua orang yang melarat hidupnya. Perasaan itulah barangkali yang menimbulkan paham sosialisme dalam dadanya, yang diperkuat pula oleh ajaran Islam,” ungkap Bung Hatta.

Pada tahun 1953, Agus Salim diundang sebagai guru besar tamu dalam semester musim semi untuk memberikan kuliah agama Islam di Cornell University di Ithaca Amerika Serikat, dan memberi ceramah Pergerakan dan Cita-Cita Islam Indonesia di Princeton University Amerika Serikat. George McT Kahin menyebut Kuliah Islam Agus Salim di Amerika Serikat tahun 1953 menimbulkan minat di kalangan kaum mahasiswa, pesertanya makin lama makin banyak. Kata Kahin, belum pernah ada guru besar muslim yang memimpin program dimaksud di kampus terkemuka di negara Barat. Rekaman kuliah Agus Salim di Cornell University diterjemahkan oleh J. Taufik Salim dan diterbitkan menjadi buku Pesan-Pesan Islam (Penerbit Mizan, 2009).

Haji Agus Salim menulis beberapa buku, antara lain: Tasauf Dalam Agama Islam (1916), Persatuan Islam (1923), Wajib Bergerak (1923), De Behoefte aan Godsdienst (1925), Perempuan Dalam Islam (1925), De Sluiering en Afzondering der Vrouw (1926), Islam dan Bahagia Tidak Terpisah (1928), Hukum Yang Lima (1928), Adat Kontra Islam (1934), Hari Raya Idul Fitri (1934), Cerita Isra Miraj Nabi Muhammad Saw (1935), Godsdienst (1935), Rahasia Puasa Menurut Imam Al-Ghazali (1936), Gods Laatste Boodschap de Universele Godsdients (1937), Riwayat Kedatangan Islam Di Indonesia (1941), Keterangan Filsafat Tentang Tauhid, Takdir dan Tawakal (1953), Ketuhanan Yang Maha Esa (1953), Muhammad Sebelum dan Sesudah Hijrah (1958), Islam Wasiat Tuhan Yang Terachir: Agama Manusia Seluruh Dunia (diterjemahkan dari bahasa Belanda oleh S. Soerowijono, 1958).

Pada saat usianya menjelang 70 tahun, beliau bermaksud menuliskan semua pemikiran yang pernah disampaikannya dalam sebuah buku dan menyelesaikan karangan mengenai Tafsir Al-Quran. Sebelum niatnya itu terlaksana panggilan Allah telah mendahului memanggilnya pulang ke alam baka.

Presiden Soekarno pada 27 Desember 1961 menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada almarhum Haji Agus Salim. Pemerintah DKI Jakarta memberi nama Jalan H. Agus Salim di jalan rumah tempat tinggal Haji Agus Salim di daerah Menteng (kini Jl. H. Agus Salim No 72). Rumah yang ditempati Haji Agus Salim itu konon dibeli bersama-sama oleh putra-putri Haji Agus Salim sebagai kenang-kenangan jejak kehidupan orangtua mereka. Pada 12 Agustus 1992 Presiden Soeharto menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Republik Indonesia Utama kepada Haji Agus Salim sebagai tokoh perancang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Kehidupan dan perjuangan Haji Agus Salim memberi pelajaran abadi tentang nilai dan hakikat sebuah pengabdian yang ikhlas kepada bangsa dan tanah air sebagai ladang ibadah. Ia hanya memberi dan tak pernah meminta untuk kepentingan dirinya sendiri.

Penulis: M. Fuad Nasar. Mantan Sesditjen Bimas Islam. Saat ini Kepala Biro UIN Imam Bonjol Padang.

Sumber: Kemenag

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Signup for our newsletter to get updated information, promotion & Insight
Special Offer
Book now and let us guide you on a spiritual odyssey
Ngobrol dengan CS Ramah?