Jemaah sedang melaksanakan sa’i. (Foto: aboutislam.net)
JAKARTA, medinavoyage.id – Pada dasarnya perjalanan sa’i adalah dzikrullah karenanya selama menjalankan sa’i seseorang harus dipenuhi dengan dzikir.
Arti kata sa’i adalah usaha. Bisa pula dikembangkan artinya menjadi: berusaha dalam hidup, baik pribadi, keluarga, atau masyarakat. Pelaksanaan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah melestarikan pengalaman Siti Hajar (ibu Nabi Ismail as) ketika ia mondar-mandir antara dua bukit itu untuk mencari air minum bagi dirinya dan putranya.
Saat itu ia kehabisan air di tempat yang sangat tandus padahal tiada seorang pun yang dapat dimintai pertolongan. Nabi Ibrahim as, suami Siti Hajar dan ayahanda Nabi Ismail as, tidak berada di sana. Ia berada di tempat yang sangat jauh, di Negeri Syam.Hanya kasih sayang seorang ibu pada anaknyalah yang mendorong Siti Hajar mondar-mandir antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Jarak antara bukit Shafa dan Marwah kurang lebih 400 meter. Dengan begitu, jarak yang ditempuh Siti Hajar hampir tiga kilometer. Akhirnya, Allah memberi nikmat berupa mengalirnya air Zamzam dari mata air abadi.
Peristiwa itu menggambarkan bagaimana kasih sayang seorang ibu kepada anaknya dan ini harus menjadi teladan bagi kaum Muslimin.Sa’i memberikan makna sikap optimistis dan usaha yang keras serta penuh kesabaran dan tawakal kepada Allah swt.
Kesungguhan yang dilakukan oleh Siti Hajar dengan tujuh kali mondar-mandir berjalan antara Shafa dan Marwah memberikan makna bahwa hari-hari yang dilewati manusia berjumlah tujuh hari setiap minggu haruslah diisi dengan usaha dan kerja keras.
Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh itu sangat disenangi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
“Sungguh Allah swt sangat senang jika salah satu di antara kalian melakukan suatu pekerjaan dengan sungguh-sungguh” (HR Ath-Thabrani: 901, dari ‘Aisyah RA, dalam Mu’jam al-Ausath).
Ketika seseorang menghayati dan meresapi syariat sa’i, akan muncul dalam dirinya sikap-sikap positif menghadapi berbagai tantangan hidup, antara lain kerja keras, optimisme, kesungguhan, keikhlasan, kesabaran, dan tawakkal.Karunia Allah kadang-kadang diperoleh tanpa disangka sebelumnya.
Dia akan memberikan anugerah kepada hamba-Nya yang rajin dan konsisten menjalankan tugas fungsinya. Setelah berusaha, hendaklah ia bertawakkal dan menyerahkan hasilnya kepada Allah swt.Sa’i dimulai dari bukit Shafa dan diakhiri di bukit Marwah.
Ini artinya dalam menjalani bisnis, menjalani pekerjaan, seseorang harus memastikan diri bahwa dia memulainya dengan hal yang suci, baik, dan bersih. Pekerjaan yang diawali dengan hal yang baik, bersih, dan suci akan mengantarkannya kepada keberhasilan dan kesejahteraan.
Itulah makna Marwah, sebuah kondisi tercukupi dan terpenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, sa’i mengajarkan manusia tentang pentingnya berusaha dengan sekuat tenaga. Tanpa berusaha, kebahagiaan tak akan pernah ada.
Sumber: Tuntunan Manasik Haji dan Umrah, Ditjen PHU Kemenag RI: 2020