Ilustrasi. (Foto: pexels.com)
JAKARTA, medinavoyage.id — Akhir tahun sering kali dipenuhi dengan euforia belanja, terutama melalui berbagai marketplace yang menawarkan diskon besar-besaran hingga puncaknya pada Harbolnas 12.12. Dalam bulan ini juga, masyarakat menghadapi perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang sering kali diramaikan dengan giveaway dan penawaran menggiurkan.
Beragam industri menawarkan harga “gila-gilaan,” yang berpotensi menguras dompet jika kita tidak bijak. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kendali atas pengeluaran agar harta yang kita miliki tidak hilang begitu saja.
Dalam Ahkamus Suq Jilid I (Istanbul, Markazul Buhuts al-Islamiyah Istanbul: 263), seorang ulama Andalusia bernama Yahya al-Kinani memberikan panduan penting tentang pengelolaan uang. Al-Kinani, yang konsisten dengan Mazhab Malikiyyah, mengungkapkan pandangan-pandangannya terkait etika berbelanja yang masih relevan hingga saat ini.
Yahya al-Kinani memulai pembahasannya dengan merujuk pada ayat Al-Quran surat Al-Furqan ayat 7 dan 20 yang menunjukkan bahwa Rasulullah juga akrab dengan dunia pasar. Ayat tersebut menyebutkan:
وَقَالُوا مَا لِهَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ
Artinya, “Dan mereka berkata, ‘Mengapa Rasul (Nabi Muhammad) ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?'” (QS. Al-Furqan: 7)Dalam Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsiril Kitabil Aziz Jilid IV (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1422: 205) yang ditulis oleh Ibnu Athiyyah Al-Andalusi menjelaskan bahwa bahwa konteks ayat tersebut adalah orang-orang kafir saat itu berkata, “Mengapa pria yang mengaku sebagai Rasul ini (Muhammad) memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar untuk mencari rezeki seperti kita? Jika dia benar seorang Rasul, mengapa tidak diturunkan malaikat bersamanya untuk memberikan peringatan sehingga kami dapat mengetahui kebenaran perkataannya?”
Menanggapi hal tersebut, Allah menurunkan QS. Al-Furqan ayat 20 untuk menghibur dan menenangkan hati Nabi Muhammad SAW, dengan menjelaskan bahwa para rasul sebelum beliau pun melakukan aktivitas serupa, yaitu makan, minum, dan berjalan di pasar. Allah berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّآ إِنَّهُمۡ لَيَأۡكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمۡشُونَ فِي ٱلۡأَسۡوَاقِ
Artinya, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (QS. Al-Furqan: 20)Baca Juga:Belanja Pangan Online, Aman Gak Ya?
Ayat ini menyimpulkan bahwa aktivitas Nabi SAW yang turut berniaga di pasar adalah hal wajar dan sejalan dengan kehidupan masyarakat Mekkah pada masa itu. Tidak ada yang salah dengan keberadaan pasar; yang penting adalah bagaimana para pelakunya mengelola dan bertanggung jawab atas harta yang dimiliki.
Empat Tips Berbelanja Ideal Menurut Yahya al-Kinani
Yahya al-Kinani, dalam karyanya Ahkamus Suq halaman 265, menjelaskan empat tips penting untuk menjaga pengelolaan uang agar aktivitas belanja tidak menjadi jebakan bagi kehidupan finansial. Berikut adalah poin-poinnya:
1. Utamakan Belanja untuk Kebutuhan, Hindari Pemborosan
Al-Kinani menekankan bahwa belanja sebaiknya difokuskan pada kebutuhan, bukan sekadar keinginan yang berujung pada pemborosan. Selain itu, ia juga menganjurkan untuk mendahulukan produk Muslim, terutama yang tidak bertentangan dengan syariat, seperti menjauhi barang haram, termasuk alkohol (hlm. 267).
2. Meminimalisasi Kunjungan ke Pasar atau Marketplace
Menurut al-Kinani, pergi ke pasar atau mengecek marketplace hanya dilakukan jika benar-benar ada kebutuhan. Sering berkunjung tanpa tujuan jelas dapat menumbuhkan kecintaan berlebihan pada dunia dan membuat seseorang tergoda untuk membeli hal yang tidak perlu. Hal ini juga berlaku untuk aplikasi marketplace online di masa kita sekarang (hlm 269).
Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda:
أحب البلاد إلى الله تعالى مساجدها وأبغض البلاد إلى الله أسواقها
Artinya, “Negeri yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid-masjidnya, dan negeri yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim)
3. Toleransi dalam Jual Beli
Sikap toleransi sangat penting dalam transaksi jual beli. Baik penjual maupun pembeli diharapkan saling memudahkan dalam bertransaksi untuk menjaga hubungan yang baik. Penjual tidak boleh serakah, dan pembeli harus bijak sesuai kemampuan finansialnya (hlm. 413). Mengenai kebijaksanaan penjual maupun pembeli, Rasulullah SAW bersabda:
رحم الله رجلاً سمحاً إذا باع وإذا اشترى وإذا اقتضى
Artinya, “Semoga Allah merahmati orang yang murah hati dalam menjual, membeli, dan meminjam.” (HR. Bukhari)4. Hindari Berutang untuk Gaya Hidup, Fokus pada KebutuhanHutang sebaiknya diambil hanya untuk kebutuhan, bukan untuk memenuhi gaya hidup. Di era teknologi dan maraknya e-commerce, tekanan sosial sering mendorong masyarakat untuk berhutang demi gaya hidup mewah. Al-Kinani mengingatkan agar hutang digunakan secara produktif dan tidak konsumtif (hlm. 271).
Rasulullah SAW pernah memperingatkan sikap negatif yang berpotensi dilakukan oleh orang yang terlilit utang, yaitu berbohong dan mengelak, bahkan mengingkari janji akan tenggat waktu pembayaran. Beliau bersabda:
إن الرجل إذا غرم -أي استدان- حدث فكذب ووعد فأخلف
Artinya, “Ketika seseorang terlilit hutang, ia akan berbohong dan mengingkari janji.” (HR. Bukhari)
Tips yang diajarkan oleh Yahya al-Kinani ini relevan dalam menghadapi godaan belanja, khususnya di akhir tahun. Di era globalisasi, masyarakat diharapkan lebih bijak dalam menggunakan fitur seperti paylater, pinjaman online, atau kredit.Al-Kinani juga menegaskan pentingnya menyusun daftar prioritas keuangan agar terhindar dari bencana finansial. Dengan mengelola pengeluaran secara bijak, kita dapat menjaga kestabilan keuangan dan menjalani hidup yang lebih terarah. Wallahu a’lam.
Penulis: Rifa Tsamrotus Sa’adah, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Bogor (STIU)
Sumber: NU Online