Ilustrasi. (Foto: id.pngtree.com)
JAKARTA, medinavoyage.id — Akhir tahun sering kali dijadikan momen refleksi diri oleh sebagian orang untuk mengenang dan mengevaluasi perbuatan yang telah dilakukan selama setahun terakhir. Pada momen tersebut, istilah muhasabah atau introspeksi diri sering menjadi tren di media sosial. Muhasabah sendiri merupakan proses introspeksi dan refleksi diri secara mendalam terhadap setiap perilaku yang telah dilakukan.
Dalam Islam, muhasabah adalah amalan yang sangat dianjurkan. Dengan melakukan muhasabah, seseorang diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih baik di masa mendatang. Dalam hal ini, Islam melalui Al-Qur’an memberikan banyak pedoman yang relevan untuk dijadikan teladan dalam mengevaluasi diri, khususnya di akhir tahun.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjadi pribadi yang lebih baik melalui muhasabah diri berdasarkan ajaran Al-Qur’an:
1. Menjadikan Introspeksi Diri sebagai Kebiasaan dalam Kehidupan
Langkah pertama untuk menjadi pribadi yang lebih baik adalah membiasakan diri melakukan introspeksi. Tidak hanya di akhir tahun, introspeksi yang dilakukan secara rutin di setiap fase kehidupan sangatlah penting. Allah Ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Qs. Al-Hasyr: 18)Baca Juga:Tafsir Surat al-Hasyr Ayat 18: Anjuran untuk Muhasabah Diri
Dalam ayat tersebut, Allah SWT dengan tegas menganjurkan umat manusia untuk senantiasa memperhatikan setiap langkah dan perbuatan mereka selama hidup di dunia. Sebab, semua perbuatan tersebut kelak akan dihisab di akhirat.
Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa ayat ini merupakan perintah bagi setiap orang beriman untuk selalu memperhatikan langkah-langkah mereka di dunia dengan mempertimbangkan dampaknya di akhirat. Hal ini dapat diwujudkan dengan menunaikan seluruh kewajiban yang diperintahkan oleh syariat dan menjauhi segala larangannya. Beliau menjelaskan dalam Marah Labid Jilid II (Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1417: 513):
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ برة أو فاجرة ما قَدَّمَتْ لِغَدٍ، أي ما تريد أن تحصله ليوم القيامة فتفعله، وَاتَّقُوا اللَّهَ بأداء الواجبات وترك المعاصي
Artinya: “Hendaknya setiap orang memperhatikan baik-buruknya perbuatan yang akan dilakukan untuk kebaikan esok hari, yakni sesuatu yang ingin diperoleh untuk hari kiamat maka lakukanlah yang terbaik. Bertakwalah kepada Allah dengan menjalankan segala kewajiban dan meninggalkan segala maksiat”.
Dalam hal ini, ayat di atas memberikan pesan kepada kita semua untuk selalu berhati-hati dalam setiap langkah di dunia, dengan menjadikan muhasabah bagian dari kebiasaan dan rutinitas dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bekerja dengan Giat, Semangat, dan Mengharap Ridha Allah
Langkah kedua yang dapat dilakukan setelah membiasakan diri melakukan introspeksi adalah bekerja dengan giat dan penuh semangat sambil senantiasa mengharap ridha Allah SWT. Setiap perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Namun, pekerjaan yang dilakukan dengan niat untuk mengharapkan ridha Allah akan bernilai sebagai ibadah di sisi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (Qs. At-Taubah: 105)
Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah SWT kepada umat manusia untuk senantiasa bekerja dengan giat. Makna bekerja dalam konteks ini adalah melakukan segala sesuatu dengan niat karena Allah, melaksanakan ketaatan, dan menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang diridhai-Nya.
Imam Ibnu Katsir, dalam Tafsir Al-Qur’anil Adzim Jilid IV (Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1419: 183), meriwayatkan dari jalur Mujahid, bahwa ayat ini adalah peringatan dari Allah SWT kepada mereka yang menyimpang dari perintah-perintah-Nya. Disebutkan bahwa semua amal perbuatan manusia akan diperlihatkan kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, dan orang-orang beriman pada hari kiamat kelak.
Ayat ini mengajarkan pentingnya bekerja dengan sungguh-sungguh, bersikap optimis dalam menjalani kehidupan, serta selalu berhati-hati dalam menjalankan perintah-Nya. Dengan demikian, pekerjaan yang dilakukan menjadi bermakna dan bernilai ibadah.
3. Tidak Berputus Asa dari Rahmat Allah
Langkah berikutnya yang tidak kalah penting dalam upaya menjadi pribadi yang lebih baik adalah tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT ketika menghadapi kegagalan. Sikap ini merupakan bagian yang sangat penting dari dua langkah sebelumnya. Sebab, kedua langkah tersebut tidak akan berhasil jika seseorang menyerah dan kehilangan harapan saat mengalami kegagalan. Mengenai hal ini, Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Qs. Az-Zumar: 53).Ayat di atas ditujukan kepada orang-orang yang berbuat zalim agar tidak berputus asa dari rahmat Allah dan selalu mengharapkan ampunan serta kasih sayang-Nya. Syekh Muhammad Ali As-Shabuni, dalam Safwatut Tafasir Jilid III (Beirut, Darul Qur’anil Karim, 1402: 85), menjelaskan bahwa ayat ini merupakan seruan kepada semua orang yang merasa berdosa agar segera bertobat dan kembali kepada Allah SWT. Sebab, Allah akan mengampuni semua dosa bagi siapa saja yang bertobat, meskipun dosanya sangat banyak.
Meskipun ayat ini diturunkan untuk para pendosa yang melampaui batas agar tidak berputus asa dari rahmat Allah, ada pelajaran berharga yang dapat diambil oleh setiap orang.Rahmat Allah tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang bertobat, tetapi juga bagi siapa saja yang berusaha dan tidak menyerah dalam menghadapi proses kehidupan. Ayat ini mengajarkan pentingnya berjuang meskipun telah mengalami kegagalan berulang kali, karena rahmat Allah mencakup seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali.
Dengan demikian, ketiga langkah yang dijelaskan melalui ayat-ayat di atas merupakan pendekatan preventif untuk menjadi pribadi yang lebih baik melalui muhasabah diri, khususnya di akhir tahun.Langkah-langkah tersebut meliputi: membiasakan diri bermuhasabah setiap hari, tidak hanya di akhir tahun; bekerja dengan giat demi mengharap ridha Allah; dan tidak berputus asa dari rahmat Allah meskipun menghadapi kegagalan. Wallahu a’lam.
Penulis : Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon dan Mahad Aly Jakarta
sumber: NU Online