JAKARTA, medinavoyage.id – Dalam menjaga akidah umat Islam, berbagai aliran menyimpang terus menjadi perhatian utama. Ketua MUI Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan, Prof Utang Ranuwijaya, menegaskan pentingnya berpegang teguh pada ajaran Islam yang jelas.
“Umat harus mengikuti paham-paham keagamaan yang sudah terbukti dan terstruktur, seperti yang dianut Majelis Ulama Indonesia (MUI),” ungkap Prof Utang dalam pernyataannya kepada MUIDigital di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (22/01/2025).
Prof Utang menekankan bahwa ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Islam (Persis), yang tergabung dalam MUI, memiliki ajaran yang jelas dan dapat diandalkan.
“Keberadaan organisasi yang kredibel dengan paham yang teruji menjadi benteng kokoh dari ajaran yang sesat,” ujarnya.
Menurut Prof. Utang, Islam yang benar adalah Islam yang moderat (wasathiyah), yakni berpegang pada ajaran Ahlu Sunnah Wal Jamaah tanpa condong ke ekstrem kanan maupun kiri.
“Islam itu menengah. Ekstremisme, baik yang terlalu liberal maupun terlalu radikal, tidak membawa keselamatan,” jelasnya.
Ajaran ekstrem atau liberal dianggap dapat merusak akidah karena mengabaikan prinsip-prinsip dasar Islam. MUI menegaskan bahwa umat harus tetap berada pada garis lurus yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis.
Sebagai penjaga akidah, MUI memiliki tanggung jawab untuk melindungi umat dari bahaya paham menyimpang. Prof Utang mengingatkan bahwa penyimpangan sering muncul secara perlahan dan tidak disadari.
“Jika kita membiarkan diri terbawa oleh pemahaman menyimpang, meski awalnya kecil, itu bisa menjauhkan kita dari Islam yang benar,” ujarnya.
Ia juga mengajak umat untuk bertanya kepada ulama jika menemui kesulitan dalam memahami ajaran agama. “Ulama adalah penjaga warisan ilmu agama. Jangan ragu bertanya kepada mereka,” tambahnya.
Untuk membantu umat mengidentifikasi aliran sesat, MUI telah menetapkan 10 kriteria, termasuk tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir atau menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan hawa nafsu.
“Jika ada aliran yang menolak Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir atau menafsirkan Al-Qur’an dengan sembarangan, itu adalah tanda jelas kesesatan,” tegas Prof Utang.
Dalam menghadapi tantangan ini, MUI terus berkomitmen menjaga umat agar tetap berada di jalan Islam yang lurus.