Abdul Basir, Analis Kebijakan DJPHU. (Foto: Kemenag)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah terbit sejak 29 April 2019. Dalam Pasal 131 disebutkan bahwa Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Kementerian Agama dalam waktu sekitar dua tahun telah menuntaskan pembentukan berbagai peraturan turunan dalam Peraturan Menteri Agama baik itu PMA Nomor 5 Tahun 2021, PMA 6 Tahun 2021, dan PMA 13 Tahun 2021.
Namun begitu terdapat satu amar dalam Pasal 112 yang baru dapat terealisasikan pada penghujung 2024. Pasal tersebut mengatur tentang penyidikan yang dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pasal yang terdiri dari 3 ayat tersebut secara rinci mengatur keberadaan PPNS untuk melaksanakan tugas penyidikan pidana Haji dan Umrah.
PPNS merupakan hal baru pertama kali ada dalam sejarah Kementerian Agama. PPNS sendiri diatur di dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 1 menyebutkan bahwa Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Kembali ke UU Nomor 8 Tahun 2019, bahwa PPNS yang dimaksud di dalamnya memiliki wewenang khusus dalam menegakkan hukum pidana dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Wewenang penyidikan PPNS PHU yang diatur di dalam ayat (2) cukup luas. PPNS PHU dapat melakukan pemeriksaan, pemanggilan, pengeledahan, penyitaan, penangkapan, menandatangani Berita Acara Pemeriksaan, bahkan dapat melakukan penghentian penyidikan bila tidak ditemukan bukti yang cukup. PPNS PHU dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam koordinasi penyidik POLRI.
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan Badan Reserse Kriminal Markas Besar POLRI saat ini bekerjasama melaksanakan Pendidikan dan Latihan (Diklat) bagi 50 orang PPNS PHU. Diklat PPNS dilaksanakan di Lembaga Diklat Reserse POLRI Megamendung Bogor. Diklat PPNS terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok Pembentukan PPNS dan kelompok Manajemen PPNS. Kelompok Pembentukan PPNS sebanyak 25 orang dengan pelaksanaan Diklat selama dua bulan sebanyak 440 jam pelajaran dilaksanakan pada bulan September dan Oktober 2024. Sedangkan Diklat Manajemen PPNS sebanyak 25 orang terdiri dari 200 jam pelajaran dilaksanakan pada 30 September 2024 sampai dengan 29 Oktober 2024.
Seluruh peserta Diklat PPNS PHU akan mengakhiri masa pendidikan dan pelatihan pada akhir Oktober 2024. Selama proses Diklat para peserta mendapatkan materi teori dan praktik penyidikan oleh instruktur dari Lemdiklat Reskrim, Kejaksaan, dan Kementerian Agama. Bahkan pada akhir Diklat peserta juga akan melaksanakan assesement di Kejaksaan Agung RI. Kegiatan tersebut juga sekaligus untuk proses verifikasi administrasi bagi calon PPNS sebelum ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.
Keberadaan PPNS PHU diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat. PPNS PHU dapat melakukan penyidikan berbagai tindak pidana penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Berdasarkan keterangan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama RI, setiap minggu pihaknya menerima 5-10 pengaduan dan laporan kepolisian terjadinya pelanggaran regulasi haji dan umrah. PPNS PHU diyakini mampu mengakselerasi penanganan masalah haji dan umrah yang selama ini banyak ditangani oleh kepolisian.
Bila menilik UU Nomor 8 Tahun 2019 terdapat banyak pasal yang mengatur larangan dan pidana haji dan umrah. Pasal yang mengatur larangan sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 119. Sedangkan Pasal yang mengatur ketentuan pidananya dijelaskan dalam Pasal 120 sampai dengan Pasal 126. Sanksi pidana dalam UU tersebut juga cukup berat yaitu pidana kurungan 4 tahun, 6 tahun, 8 tahun, dan 10 tahun atau pidana denda 4 miliar rupiah, 6 miliar rupiah, 8 miliar rupiah, dan 10 miliar rupiah. Meskipun dalam Pasal 118 dan Pasal 119 telah diubah sebagian ketentuannya oleh UU Nomor 6 Tahun 2023, ketentuan pidananya dalam Pasal 125A dan Pasal 126A tetap sama yaitu pidana kurungan 10 tahun atau pidana dena 10 miliar rupiah.
Para pelaku usaha Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) sangat mendukung pembentukan PPNS PHU. Terlebih saat ini marak ditemukan pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU-PIHK menawarkan umrah dan haji yang tidak sesuai ketentuan.
Para pimpinan asosiasi PPIU-PIHK dalam sebuah pertemuan dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, pimpinan Lembaga Diklat Reserse, dan peserta Diklat PPNS PHU menyampaikan harapannya kepada PPNS. Para pimpinan PPIU-PIHK mendorong agar PPNS PHU nantinya benar-benar dapat menegakkan hukum dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 agar tidak lagi ditemukan korban-korban haji dan umrah di masyarakat oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab. PPNS PHU menjadi harapan besar dalam penegakan hukum penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia.